Mega-Ical-Prabowo Diminta Bentuk Front Nasionalisme
Megawati Soekarnoputri
MEDIA INFORMASI, JAKARTA - Ketua Dewan Direktur Sabang-Merauke Circle
(SMC) Syahganda Nainggolan, meminta Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra
Prabowo Subianto, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri,
dan Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie untuk membangun
kekuatan berupa ‘front’ perjuangan nasionalisme baru ke depan. Langkah ini bertujuan agar bangsa Indonesia dapat terlepas dari krisis nasionalisme sekaligus untuk menciptakan karakter serta daya saing bangsa dihadapan negara-negara lain.
Menurutnya, terdapat empat parameter apakah tuntutan perjuangan reformasi yang digalang mahasiswa berikut berbagai elemen rakyat berjalan sesuai yang diharapkan ataukah tidak. Pertama, harkat nasionalisme bangsa. Kedua, daya saing maupun karakter bangsa diantara bangsa-bangsa di dunia, ketiga, kesejahteraan rakyat. Sedangkan keempat, penegakan hukum yang bermartabat.
"Faktanya, keempat agenda itu sejauh ini semakin tidak jelas arah dan semangatnya, sehingga dapat dikatakan telah melenceng dari kepribadian bangsa sebagaimana dicita-citakan oleh gerakan reformasi pada empat tahun lalu," ujar Syahganda dalam keterangannya kepada Okezone, Selasa (15/5/2012) malam.
Kata Syahganda, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono tidak mampu mempertegas arah perwujudan kehendak reformasi. Karena sebaliknya, tatanan ekonomi yang seharusnya membangun kekuatan hidup rakyat tidak dikedepankan, bahkan corak perekonomian nasional justru berkembang dalam mekanisme neo-liberalistik yang menjauhkan diri dari kepentingan bangsa.
"Prinsip-prinsip ekonomi Indonesia kini hanya memenuhi keuntungan segelintir pihak yang bekerjasama dengan penguasa, termasuk pihak asing yang dibiarkan merajarela mengeruk keuntungan sebesar-besarnya," tambahnya.
Demikian halnya, lanjut Syahganda, harkat nasionalisme bangsa, karakter maupun daya saing Indonesia pun tidak berhasil dikukuhkan kecuali sekedar menggambarkan 'ketakutan' negara di lingkungan global. "Sementara itu, terkait penegakan hukum di tanah air kondisinya tidak berbeda yakni memprihatinkan, akibat masih kuatnya intervensi kelompok berkuasa," imbuhnya.
Ia juga menilai, pascareformasi kondisi perpolitikan di tanah air terlalu ‘kebablasan’ dengan meninggalkan sisi kepatutan berbangsa dan melepaskan kaidah moral demokrasi, lantaran seringkali menghalalkan kebencian atau upaya saling mematikan.
"Kalau ini terus dikembangkan maka bangsa dan negara ini akan hancur berantakan," tutupnya.
Syahganda pun mencontohkan di masa Soeharto saja, katanya, Indonesia tetap menjadi bangsa yang disegani oleh kalangan internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar